Subscribe

Senin, 26 Oktober 2009

Prinsip Belajar


E.L. Thorndike


Thorndike menyatakan ada 2 prinsip belajar, yaitu law of effect dan law of exercise, yang terangkum dalam teorinya yaitu The Connectionism Theory.


Law of Effect

Adalah prinsip yang menyatakan bahwa seseorang dapat dengan cepat menguasai perilaku baru, apabila ia merasa memperoleh susuatu yang menyenangkan, memuaskan ketika melakukan perbuatan (response) yang berkenaan dengan perilaku tersebut di atas.

Law of Exercise
Adalah prinsip yang menyatakan bahwa makin sering perilaku baru itu dipraktekkan atau dilatih penerapannya makin kuat dan makin cepat berintegrasi dengan keseluruhan perilaku kebiasaannya.


Teori Belajar Gestalt

Teori ini disebut juga field theory atau insight full lerning. Dalam pandangan Gestalt, manusia bukan hanya sekadar makhluk reaksi yang hanya berbuat atau bereaksi jika ada rangsang yang mempengaruhinya.

Manusia adalah individu yang mempunyai kebulatan antara jasmani dan rohani. Secara pribadi manusia tidak secara langsung bereaksi kepada rangsang, dan tidak pula reaksi itu dilakukan secara tidak terarah, tidak pula dilakukan dengan cara trial and error. Reaksi yang dilakukan manusia tergantung pada rangsang dan bagaimana motif-motif yang terdapat pada dirinya. Manusia adalah makhluk yang memiliki kebebasan.


Readmore »»

Minggu, 04 Oktober 2009

Konsep Manusia dalam Psikologi Humanistik (Kenali Dirimu bag. 4)

Psikologi humanistik diangggap sebagai revolusi ketiga dalam psikologi. Revolusi pertama dan kedua adalah psikoanalisis dan behaviorisme. Pada behaviorisme manusia hanyalah mesin yang dibentuk oleh lingkungan, sedangkan pada psikoanalisis manusia melulu dipengaruhi oleh naluri primitifnya. Dalam pandangan behaviorisme, manusia adalah robot tanpa jiwa, tanpa nilai. Dalam psikoanalisis, seperti kata Freud sendiri,"We see a man as a savage beast…" Baik psikoanalisis maupun behaviorisme tidak menghormati manusia sebagai manusia. Keduanya tidak dapat menjelaskan aspek eksistensi manusia yang positif dan menentukan seperti cinta, kreativitas, nilai, makna, dan pertumbuhan pribadi. Inilah yang diisi oleh psikologi humanistik.


Psikologi humanistik mengambil banyak dari psikoanalisis Neo-Freudian (sebenarnya Anti-Freudian) seperti Adler, Jung, Rank, Slekel, Ferenczi, tetapi lebih banyak lagi mengambil dari fenomenologi dan eksistensialisme. Fenomenologi memandang manusia hidup dalam "dunia kehidupan" yang dipersepsi dan diinterpretasi secara subyektif. Setiap orang mengalami dunia dengan caranya sendiri. "Alam pengalaman setiap orang berbeda dari alam pengalaman orang lain," kata Brouwer (1983). Fenomenologi banyak mempengaruhi tulisan-tulisan Carl Rogers yang boleh disebut Bapak Psikologi Humanistik.


Dalam pandangan eksistensialisme, manusia hanya tumbuh dengan baik dalam hubungan pribadi dengan pribadi, bukan pribadi dengan benda…subyek dengan subyek, bukan subyek dengan obyek. Di sinilah faktor orang lain menjadi penting, bagaimana reaksi mereka membentuk bukan saja konsep diri kita, tetapi juga pemuasan…apa yang disebut oleh Abraham Maslow sebagai "growth needs". Eksistensialisme menekankan pentingnya kewajiban individu pada sesama manusia. Yang paling penting bukan apa yang didapat dari kehidupan, tetapi apa yang dapat kita berikan untuk kehidupan. Hidup kita baru bermakna hanya apabila melibatkan nilai-nilai dan pilihan yang konstruktif secara sosial.


Perhatian pada makna kehidupan adalah juga hal yang membedakan psikologi humanistik dari mahzab lainnya. Manusia bukan saja pelakon dalam panggung masyarakat, bukan saja pencari identitas, tetapi juga pencari makna. Freud pernah berkirim surat pada Princess Bonaparte dan menulis bahwa pada saat manusia bertanya apa makna dan nilai kehidupan, pada saat itulah ia sakit. Itu tidak benar, manusia justru menjadi manusia ketika mempertanyakan apakah hidupnya bermakna. Viktor E. Frankle (1967) berkhotbah," Saya pikir sudah saatnyalah kita mengakui kenyataan bahwa manusia bukan sekedar mekanisme atau hasil proses pelaziman, mengakui kemanusiaan manusia, mengakui bahwa manusia adalah wujud yang selalu mencari makna, dan bahwa hatinya selalu resah sebelum menemukan makna dalam hidupnya."


Khotbah Frankle menyimpulkan asumsi-asumsi psikologi humanistik, yaitu: keunikan manusia, pentingnya nilai dan makna, serta kemampuan manusia untuk mengembangkan diri. Untuk penjelasannya, coba simak penjabaran asumsi-asumsi ini dalam pandangan Carl Rogers di bawah ini.


Secara garis besar, konsepsi manusia dalam pandangan Humanisme menurut Carl Rogers adalah sebagai berikut:

  1. Setiap manusia hidup dalam dunia pengalaman yang bersifat pribadi di mana sang Aku, Ku, atau Diriku (the I, Me, or Myself) menjadi pusat. Perilaku manusia berpusat pada 'konsep diri', yaitu persepsi manusia tentang identitas dirinya yang bersifat fleksibel dan berubah-ubah, yang muncul dari suatu medan fenomenal… medan keseluruhan pengalaman subyektif seorang manusia yang terdiri dari pengalaman-pengalaman Aku dan Ku dan pengalaman yang "bukan Aku".
  2. Manusia berperilaku untuk mempertahankan, meningkatkan, dan mengaktualisasikan diri.
  3. Individu bereaksi pada situasi sesuai dengan persepsi tentang dirinya dan dunianya. Ia bereaksi pada "realitas" seperti yang dipersepsikan olehnya dan dengan cara yang sesuai dengan konsep dirinya.
  4. Anggapan adanya ancaman terhadap diri akan diikuti oleh pertahanan diri berupa penyempitan dan pengkakuan (rigidification) persepsi dan perilaku penyesuaian serta penggunaan mekanisme pertahanan ego seperti rasionalisasi.
  5. Kecenderungan batiniah manusia ialah menuju kesehatan dan keutuhan diri. Dalam kondisi yang normal ia berperilaku rasional dan konstruktif serta memilih jalan menuju pengembangan dan aktualisasi diri.


















Sampai di sini saya harus sudahi pembahasan tentang konsep manusia. Posting ini merupakan edisi terakhir dari rangkaian posting saya yang berjudul "Kenalilah Dirimu bag. 1 – 4". Bagi pembaca yang ingin menambah wawasan pengenalan diri dan pemahaman tentang konsep manusia dalam pandangan aliran-aliran psikologi lainnya, silakan lihat arsip saya sebelumnya. Oya..perlu saya sampaikan pula bahwa gambar yang saya sertakan di atas tidak ada maksud apa-apa selain just kidding...hehehe. Semoga uraian singkat di atas dan uraian-uraian sebelumnya bermanfaat bagi Anda.



Sumber:

Jalaluddin Rakhmat (1998): Psikologi Komunikasi, Edisi 12, PT Remaja Rosdakarya Offset, Bandung.

Readmore »»