Subscribe

Kamis, 25 Juni 2009

Okupasiterapi

"Men sana in corpore sano". Siapa yang tidak kenal dengan istilah ini? Perkataan bijak yang artinya "di dalam tubuh yang sehat terdapat pula jiwa yang sehat", hingga saat ini masih diyakini kebenarannya meski sebagian kecil orang mulai ada yang menggugat kebenarannya dengan alasan masing-masing. Prinsip 'di dalam tubuh yang sehat terdapat pula jiwa yang sehat' atau lebih tepatnya 'adanya hubungan erat antara tubuh dan jiwa', menjadi dasar dikembangkannya okupasiterapi, salah satu jenis terapi yang diberikan di RSJ seluruh dunia untuk membantu proses rehabilitasi mental pasien gangguan jiwa .


Sejarah Okupasiterapi

Socrates dan Plato (400 SM), adalah ahli-ahli filsafat yang pertama-tama meyakini adanya hubungan yang erat antara tubuh dengan jiwa. Socrates berkata bahwa seseorang harus membiasakan diri dengan selalu bekerja secara sadar dan tidak bermalas-malasan. Pekerjaan sangat bermanfaat bagi perkembangan jiwa maupun fisik manusia. Kemudian Hypocrates, seorang tabib di jamannya, juga selalu menganjurkan pasiennya untuk melakukan latihan gerak badan sebagai salah satu cara pengobatan pasiennya.

Pada tahun 1786, Philipi Pinel memperkenalkan terapi kerja di suatu rumah sakit jiwa di Paris. Dia mengatakan bahwa dengan okupasi/pekerjaan pasien gangguan jiwa dapat dikembangkan ke arah hidup yang normal dan dapat ditingkatkan minatnya. Juga sekaligus untuk memelihara dan mempraktekkan keahlian yang dimilikinya sebelum sakit sehingga tetap produktif.
Pada tahun 1892, Adolf Meyer dari Amerika melaporkan bahwa penggunaan waktu dengan baik, yaitu dengan mengerjakan aktivitas yang berguna ternyata merupakan suatu dasar terapi pasien neuro-psikiatrik. Meyer adalah seorang psikiater dan isterinya adalah seorang pekerja sosial. Keduanya mulai menyusun suatu dasar yang sistematik tentang penggunaan aktivitas sebagai program terapi pasien jiwa.

Di Indonesia terapi kerja telah dikenal sejak tahun 1916 di beberapa RSJ. Pada mulanya tujuannya adalah untuk mengurangi biaya eksploitasi rumah sakit dengan mempekerjakan pasien-pasien. Jadi selain untuk memperbaiki keadaan fisik dan mental pasien juga untuk berproduksi. Efek lainnya, dengan mempekerjakan pasien di suatu area yang luas akan menghindarkan pasien saling mengganggu. Dalam perkembangan selanjutnya terapi kerja di RSJ menjadi suatu kegiatan yang otomatis diberikan kepada pasien yang sudah dianggap mampu tanpa mempertimbangkan pekerjaan apa yang cocok dan sesuai dalam rangka terapi. Tolok ukur keberhasilan seorang pasien dalam terapi kerja saat itu adalah berapa banyak suatu barang yang dapat dihasilkannya. Syukurlah beberapa tahun terakhir ini telah terjadi perubahan yang cukup signifikan sejak dikembangkannya bangsal MPKP (Model Praktek Keperawatan Profesional) di rumah sakit-rumah sakit jiwa yang ada di Indonesia. Saat ini terapi okupasi lebih difokuskan pada manfaatnya bagi proses rehabilitasi dan peningkatan status kesehatan mental pasien. Tolok ukur yang dipakai bukan lagi berapa banyak hasil produksinya tapi berapa banyak partisipasi pasien dalam mengerjakan aktivitas dan bagaimana perkembangan hubungannya dengan pasien lain, dengan terapis, dll.


Pengertian Okupasiterapi

Menurut World Federation of Occcupational Therapy, okupasiterapi adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang dalam melaksanakan suatu tugas terpilih yang telah ditentukan dengan maksud mempermudah belajar fungsi dan keahlian yang dibutuhkan dalam proses penyesuaian diri dengan lingkungan. Okupasiterapi juga dimaksudkan untuk memperbaiki ketidaknormalan (kecacatan) dan memelihara atau meningkatkan status kesehatan. Dalam prakteknya okupasiterapi lebih dititikberatkan pada pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang, kemudian memelihara atau meningkatkannya sehingga dengan kemampuan tsb dia mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya.

Okupasiterapi menggunakan okupasi (pekerjaan/kegiatan) sebagai media. Kegiatan ditetapkan berdasarkan tujuan terapi itu sendiri, jadi bukan hanya sekedar menyibukkkan seseorang atau pun meningkatkan ketrampilan seseorang dalam suatu pekerjaan. Okupasiterapi berbeda dengan 'terapi kerja' maupun 'latihan kerja' dalam hal tujuan terapeutik pada okupasiterapi yang berusaha dicapai melalui diskusi setelah menyelesaikan setiap kegiatan, baik olahraga, rekreasi, kegiatan sehari-hari, dll yang dilakukan secara kelompok atau pun individual. Tujuan akhir dari okupasiterapi adalah kemandirian pasien dalam merawat diri, melakukan aktivitas sehari-hari, menyelesaikan tugas dan beradaptasi terhadap lingkungan dalam maupun luar dirinya.


Peranan Aktivitas dalam Okupasiterapi

Tidak ada seorangpun yang mampu melihat apa yang terjadi dalam diri kita, yang kita pikirkan, kita rasakan, kita inginkan, kita ingat, dan semua dinamika internal dalam diri kita yang sering kita sebut sebagai jiwa. Orang lain hanya dapat mengetahuinya dari aktivitas kita dan hasil perbuatan kita. Karena itu aktivitas dinilai sebagai jembatan antara lingkungan internal (jiwa) dan lingkungan eksternal (dunia luar). Melalui aktivitas seseorang dihubungkan dengan lingkungan sehingga ia dapat mempelajarinya, mencoba ketrampilan atau pengetahuan, mengekspresikan perasaan, dan juga mencapai tujuan hidup. Potensi inilah yang digunakan sebagai dasar dalam pelaksanaan okupasiterapi, baik bagi penderita fisik maupun mental.

Aktivitas dalam okupasiterapi digunakan sebagai media untuk evaluasi, diagnosis, terapi, maupun rehabilitasi. Dengan mengamati dan mengevaluasi pasien selama mengerjakan suatu aktivitas dan dengan menilai hasil pekerjaannya dapat ditentukan arah terapi dan rehabilitasi selanjutnya dari pasien tsb.

Penting untuk diingat bahwa aktivitas dalam okupasiterapi tidak untuk menyembuhkan, tetapi hanya sebagai media. Diskusi yang terarah setelah penyelesaian suatu aktivitas sangat penting untuk dilakukan karena dalam kesempatan tsb terapis dapat mengarahkan pasien. Melalui sessi diskusi itulah pasien belajar mengenal dan mengatasi persoalannya.

Melalui aktivitas pasien diharapkan akan dapat berkomunikasi lebih baik untuk mengekspresikan dirinya. Melalui aktivitas kemampuan pasien dapat diketahui oleh terapis maupun pasien itu sendiri. Dengan menggunakan alat-alat atau bahan-bahan dalam melakukan suatu aktivitas pasien didekatkan pada kenyataan, terutama dalam kemampuan dan kelemahannya.

Mengerjakan suatu aktivitas dalam suatu kelompok akan merangsang terjadinya interaksi di antara anggota kelompok yang berguna dalam meningkatkan kemampuan sosialisasi, dan menilai kemampuan diri masing-masing dalam hal keefisiensiannya berhubungan dengan orang lain.

Berbagai hal mengenai aktivitas yang perlu dipertimbangkan sebelum dipilih untuk digunakan sebagai media terapi adalah:

1. Jenis

Jenis aktivitas dalam okupasiterapi adalah :
• Latihan gerak badan
• Olahraga
• Permainan
• Kerajinan tangan
• Kesehatan, kebersihan, dan kerapihan pribadi
• Pekerjaan sehari-hari (aktivitas kehidupan sehari-hari)
• Praktik pre-vokasional
• Seni (tari, musik, lukis, drama, dan lain-lain)
• Rekreasi (tamasya, nonton bioskop/drama, pesta ulang tahun dan lain-lain)
• Diskusi dengan topik tertentu (berita surat kabar, majalah, televise, radio atau keadaan lingkungan).
• Dan lain- lain

2. Karakteristik aktivitas

Aktivitas dalam okupasiterapi adalah segala macam aktivitas yang dapat menyibukan seseorang secara produktif yaitu sebagai suatu media untuk belajar dan berkembang, sekaligus sebagai sumber kepuasaan emosional maupun fisik.
Oleh karena itu setiap aktivitas yang digunakan daladm okupasiterapi harus mempunyai karakteristi sebagai berikut :
a. Setiap gerakan harus mempunyai alasan dan tujuan terapi yang jelas. Jadi bukan hanya sekedar menyibukan pasien
b. Mempunyai arti tertentu bagi pasien, artinya dikenal oleh atau ada hubungannya dengan pasien.
c. Pasien harus mengerti tujuan mengerjakan kegiatan tersebut, dan apa kegunaannya terhadap upaya penyembuhan penyakitnya.
d. Harus dapat melibatkan pasien secara aktif walaupun minimal.
e. Dapat mencegah lebih beratnya kecacatan atau kondisi pasien, bahkan harus dapat meningkatkan atau setidak-tidaknya memelihara koondisinya.
f. Harus dapat member dorongan agar si pasien mau berlatih lebih giat sehingga dapat mandiri.
g. Harus sesuai dengan minat, atau setidaknya tidak dibenci olehnya.
h. Harus dapat dimodifikasi untuk tujuan peningkatan atau penyesuaian dengan dengan kemampauan pasien.

3. Analisa aktivitas

Untuk dapat mengenal karakteristik maupun potensi atau aktivitas dalam rangka perencanaan terapi, maka aktivitas tersebut harus dianalisa terlebih dahulu. Hal-hal yang perlu dianalisa adalah sebagai berikut:
a. Jenis aktivitas
b. Maksud dan tujuan penggunaan aktivitas tersebut (sesuai dengan tujuan terapi)
c. Bahan yang digunakan:
- Khusus atau tidak
- Karakteristik bahan: mudah ditekuk atau tidak, mudah dikontrol atau tidak, menimbulkan kekotoran atau tidak, licin atau tidak
- Rangsangan yang dapat ditimbulkan: taktil, pendengaran, pembauan, penglihatan, perabaan,  gerakan sendi, dan sebagainya
- Warna: macam-macamnya dan namanya, banyaknya
d. Bagian-bagian aktivitas
• Banyaknya bagian
• Rumit atau sederhana
• Apakah membutuhkan pengulangan
• Apakah membutuhkan perhitungan matematika
e. Persiapan pelaksanaan:
- Apakah harus dipersiapkan terlebih dahulu
- Apakah harus ada contoh atau cukup dengan lisan
- Apakah bahan telah tersedia atau harus dicari terlebih dahulu
- Apakah ruangan untuk melaksanakan harus diatur
- Apakah dalam pelaksanaan tugas ini perlu adanya: Konsentrasi? Ketangkasan? Rasa sosial diantara pasien? Kemampuan mengatasi masalah? Kemampuan bekerja sendiri? Toleransi terhadap frustrasi?Kemampuan mengikuti instruksi? Kemampuan membuat keputusan?
g. Apakah aktivitas tersebut dapat merangsang timbulnya interaksi diantara mereka
h. Apakah aktivitas tersebut membutuhkan konsentrasi, ketangkasan, inisiatif, penilaian, ingatan, komprehensi, dan lain-lain.
i. Apakah aktivitas tersebut melibatkan imajinasi, kreativitas, pelampiasan emosi dan lai-lain
j. Apakah ada kontra indikasi untuk pasien tertentu. Dalam hal ini harus bertindak hati- hati, karena dapat berbahaya bagi pasien maupun sekelilingnya (misalnya untuk pasien dengan paranoid sangat riskan memberikan benda tajam).
k. Yang penting lagi adalah apakah disukai oleh pasien.


Fungsi dan Tujuan Okupasiterapi

Okupasiterapi yang dilakukan pada pasien di RS mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Terapi khusus untuk pasien mental/jiwa
• Menciptakan suatu kondisi tertentu sehingga pasien dapat mengembangkan kemampuannya untuk dapat berhubungan dengan orang lain dan masyarakat sekitarnya.
• Membantu dalam melampiaskan gerakan-gerakan emosi secara wajar dan produktif.
• Membantu menemukan kemampuan kerja yang sesuai dengan bakat dan keadaannya.
• Membantu dalam pengumpulan data guna penegakan diagnose dan penetapan terapi lainnya.
2. Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi fisik, meningkatkan ruang gerak sendi, kekuatan otot dan koordinasi gerakan.
3. Mengajarkan aktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan, berpakaian, belajar menggunakan fasilitas umum (telpon, televisi, dan lain-lain), baik dengan maupun tanpa alat bantu, mandi yang bersih, dan lain-lain.
4. Membantu pasien untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaan rutin di rumahnya, dan memberi saran penyederhanaan (simplifikasi) ruangan maupun letak alat-alat kebutuhan sehari-hari.
5. Meningkatkan toleransi kerja, memelihara dan meningkatkan kemampuan yang masih ada.
6. Menyediakan berbagai macam kegiatan untuk dijajaki oleh pasien sebagai langkah dalam pre-vocational training. Dari aktivitas ini akan dapat diketahui kemampuan mental dan fisik, kebiasaan kerja, sosialisasi, minat, potensi dan lain-lainnya dari si pasien dalam mengarahkannya ke pekerjaan yang tepat dalam latihan kerja.
7. Membantu penderita untuk menerima kenyataan dan menggunakan waktu selama masa rawat dengan berguna.
8. Mengarahkan minat dan hobi agar dapat digunakan setelah kembali ke keluarga.


Proses Okupasiterapi

Berikut ini serangkaian tindakan yang harus dilakukan dalam proses okupasiterapi oleh seorang terapis :

Pengumpulan data

Data bisa didapatkan dari status pasien maupun wawancara langsung dengan pasien.

Analisa data dan Identifikasi masalah

Dari data yang terkumpul ditarik suatu kesimpulan sementara tentang masalah atau kesulitan pasien. Bisa berupa masalah di lingkungan keluarga atau pasien itu sendiri.

Penetapan sasaran dan tujuan terapi

Berdasarkan masalah dan latar belakang pasien disusun daftar sasaran dan tujuan terapi sesuai dengan prioritas baik jangka pendek maupun panjang.

Pemilihan jenis aktivitas yang sesuai

Agar tujuan dapat tercapai, aktivitas harus dipilih yang sesuai dengan tujuan dan sasaran. Pasien dapat diikutsertakan dalam menentukan jenis aktivitas yang akan dilaksanakan sehingga pasien merasa ikut bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaannya. Selain itu harus diberitahu alasan mengapa dia harus mengerjakan aktivitas tsb sehingga dia sadar dan diharapkan akan berpartisipasi aktif dalam kegiatan.

Evaluasi

Evaluasi dilaksanakan scara teratur dan terencana sesuai dengan tujuan terapi. Hal ini untuk menyesuaikan program terapi selanjutnya sesuai dengan perkembangan pasien yang ada. Dari hasil evaluasi bisa diputuskan mengenai penyesuaian jenis aktivitas yang akan diberikan, termasuk bila terlihat tidak adanya kemajuan atau kurang efek terapinya bagi pasien.


TATA LAKSANA OKUPASITERAPI

Indikasi Okupasiterapi

1. Seseorang yang kurang berfungsi dalam kehidupannya karena kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam pengintegrasian perkembangan psikososialnya
2. Kelainan tingkah laku yang terlihat dalam kesulitannya berkomunikasi dengan orang lain
3. Tingkah lau tidak wajar dalam mengekpresikan perasaan atau kebutuhan yang primitive
4. Ketidak mampuan menginterprestasikan rangsangan sehingga reaksinya terhadap rangsangan tersebut tidak wajar pula
5. Terhentinya seseorang dalam fase pertumbuhan tertentu atau seseorang yang mengalami kemunduran
6. Mereka yang lebih mudah mengekspresikan perasaannya melalui suatu aktivitas dari pada dengan percakapan
7. Mereka yang merasa lebih mudah mempelajari sesuatu dengan cara mempraktikannya dari pada dengan membayangkan
8. Pasien cacat tubuh yang mengalami gangguan dalam kepribadiannya
9. Dan sebagainya


Metode

Okupasiterapi dapat dilakukan baik secara indivisual, maupun berkelompok, tergantung dari keadaan pasien, tujuan terapi dan lain-lain.

a. Metode individual dilakukan untuk:
• Pasien baru yang bertujuan untuk mendapatkan lebih banyak informasi dan sekaligus untuk evaluasi pasien
• Pasien yang belum dapat atau mampu untuk berinteraksi dengan cukup baik didalam suatu kelompok sehingga dianggap akan mengganggu kelancaran suatu kelomppok bila dia dimasukan dalam kelompok tersebut
• Pasien yang sedang menjalani latihan kerja dengan tujuan agar terapis dapat mengevaluasi pasien lebih efektif


b. Metode kelompok dilakukan untuk:
- Pasien atas dasar seleksi dengan masalah yang sama atau hampir bersamaan.

- Bebrapa pasien sekaligus dalam melakukan suatu aktivitas untuk mencapai tujuan tertentu.

Sebelum memulai suatu kegiatan baik secara individual maupun kelompok maka terapis harus mempersiapkan terlebih dahulu segala sesuatunya yang menyangkut pelaksanaan kegiatan tersebut.
Pasien juga perlu dipersiapkan dengan cara memperkenalkan kegiatan dan menjelaskan tujuan pelaksanaan kegiatan tersebut sehingga dia atau mereka lebih mengerti dan berusaha untuk ikut aktif. Jumlah anggota dalam suatu kelompok disesuaikan dengan jenis aktivitas yang akan dilakaukan, dan kemampuan terapis mengawasi.


Pelaksana

Untuk dapat dapat melaksanakan okupasiterapi dibutuhkan tenaga yang telah terlatih. Perawat maupun tenaga lainnya yang ada di RS bisa melaksanakan tindakan okupasiterapi setelah mengikuti latihan khusus atau penataran dalam bidang okupasiterapi.


Waktu Pelaksanaan

Okupasiterapi dilakukan antara 1 – 2 jam setiap session baik yang individu maupun kelompok setiap hari,dua kali atau tiga kali seminggu tergantung tujuan terapi, tersedianya tenaga dan fasilitas, dan sebagainya. Ini dibagi menjadi dua bagian yaitu ½ - 1 jam untuk menyelesaikan kegiatan-kegiatan dan 1 – 1 ½ jam untuk diskusi. Dalam diskusi ini dibicarakan mengenai pelaksanaan kegiatan tersebut, antara lain kesulitan yang dihadapi, kesan mengarahkan diskusi tersebut kearah yang sesuai dengan tujuan terapi.


Terminasi

Keikutsertaan seorang pasien dalam kegiatan okupasiterapi dapat diakhiri dengan dasar penilaian sbb:
1. Pasien dinilai telah mampu mengatasi persoalannya.
2. Pasien dinilai tidak akan dapat berkembang lagi.
3. Pasien dinilai perlu mengikuti program lainnya sebelum okupasiterapi.


Semoga bermanfaat.





Sumber:
Direktorat Kesehatan Jiwa DirJen YanMed Depkes RI (1988): Petunjuk Teknis Okupasiterapi Pasien Mental di Rumah Sakit Jiwa, Jakarta, Tidak dipublikasikan.

3 komentar:

Rinto mengatakan...

Sebenernya terapi okupasi tidak hanya untuk kasus2 jiwa aja sih Mas...bisa juga diterapkan dalam kasus2 pediatri, neurologi, rematologi, ortopedik, penyakit dlm n bedah, burn, ergonomi, dll...saat ini yg sedang ngeboom justru pd kasus anak

Pur Wiyadi mengatakan...

Ma ksh ya dah mampir dan ksh tambahan info di posting blog ini..~lol

Anonim mengatakan...

"Untuk dapat dapat melaksanakan okupasiterapi dibutuhkan tenaga yang telah terlatih. Perawat maupun tenaga lainnya yang ada di RS bisa melaksanakan tindakan okupasiterapi setelah mengikuti latihan khusus atau penataran dalam bidang okupasiterapi."

MAAF, okupasi terapi hanya bisa dilakukan oleh seorang okupasi terapis. tidak sembarangan orang melakukannya. pada jaman dulu sebelum ada sekolah jurusan okupasi di indonesia dilakukan oleh okupasi terapi yang dikursus oleh okupasi terapis lulusan luar negeri. Tapi sekarang tidak boleh, sekarang yang melakukannya adalah okupasi terapi yang melalui pendidikan formal. ada KODE ETIK pada masing-masing profesi. DAN OKUPASI TERAPI TIDAK SESEMPIT ITU.
terimakasih, hanya ingin meluruskan.....

Posting Komentar