Subscribe

Senin, 28 Desember 2009

Pengaruh Persepsi Interpersonal pada Komunikasi Interpersonal

Sudah jelas bahwa perilaku kita dalam komunikasi interpersonal amat bergantung pada persepsi interpersonal [istilah ini merujuk pada pengertian: manusia (bukan benda) sebagai obyek persepsi]. Bila Anda diberitahu bahwa dosen Anda yang baru itu galak dan tidak senang dikritik, Anda akan berhati-hati dalam mengajukan pertanyaan. Bila Anda menganggap tetangga Anda sombong dan feodal, Anda akan menghindari bercakap-cakap dengannya. Lalu, bila Anda mempersepsi kawan Anda sebagai orang yang cerdas, bijak, dan senang membantu, Anda akan banyak meminta nasehat kepadanya.

Pada kenyataannya, persepsi orang sering kali tidak cermat. Bila kedua belah pihak yang berinteraksi menanggapi yang lain secara tidak cermat, terjadilah kegagalan komunikasi (communication breakdowns). Coba simak ilustrasi di bawah ini.

Anda menduga istri Anda tidak setia, dan istri Anda menduga Anda sudah bosan dengannya. Komunikasi di antara Anda berdua akan mengalami kegagalan, karena Anda berdua menafsirkan pernyataan orang lain dengan kerangka asumsi tadi. Katakanlah, Anda pulang terlambat dari kantor. Istri Anda kelihatan menyambut Anda dengan gembira. Ia mengungkapkan betapa senangnya Anda pulang setelah cemas menunggu. Karena persepsi di atas, Anda menganggap ucapan istri Anda hanya kamuflase dari ketidaksetiaannya. Dengan suara keras, Anda menanggapi istri Anda, "Ah bilang saja, kamu tidak senang aku pulang cepat." Istri Anda pasti terkejut dan menduga Anda mencari gara-gara untuk menceraikannya. Anda dapat membayangkan apa yang terjadi selanjutnya.

Kegagalan komunikasi dapat diperbaiki bila orang menyadari bahwa persepsinya mungkin salah! Komunikasi interpersonal kita akan menjadi lebih baik bila kita mengetahui bahwa persepsi kita bersifat subyektif dan cenderung keliru. Seorang psikiater pernah mewawancarai pasiennya seperti ini:
Dokter: "Apa pendapat Nyonya tentang suami Nyonya?"
Pasien
: "Suami saya baik sekali. Bila kami bertengkar dan ia salah, ia cepat-cepat mengakui kesalahannya dan meminta maaf."

Dokter
: "Bagaimana kalau Nyonya yang salah?"

Pasien
: "Saya salah? Itu tidak mungkin terjadi, Dokter."

Pasien ini memang sakit jiwa. Tetapi betapa sering kita menirunya. Kita jarang meneliti kembali persepsi kita, dan cenderung menyangka penilaian kita tidak akan salah.

Akibat lain dari persepsi kita yang tidak cermat ialah mendistorsi pesan yang tidak sesuai dengan persepsi kita. Persepsi kita tentang orang lain cenderung stabil, sedangkan persona stimuli adalah manusia yang selalu berubah. Adanya kesenjangan antara persepsi dengan realitas yang sebenarnya mengakibatkan bukan saja perhatian selektif, tetapi juga penafsiran yang keliru.

Persepsi interpersonal juga akan mempengaruhi komunikate (penerima pesan). Bila saya menduga Susan orang yang lincah, hangat, dan bersahabat, Susan akan berperilaku seperti itu terhadap saya. Komunikasinya dengan saya menjadi lebih bebas, lebih berani, dan lebih terbuka. Inilah yang kita sebut dengan istilah 'nubuat yang dipenuhi sendiri'. Sampai di sini tampaknya pembahasan tentang persepsi interpersonal akan lebih banyak memberi kesempatan kepada pelajaran tentang Konsep Diri untuk menerangkannya karena sesungguhnya konsep diri terbentuk justru disebabkan oleh pandangan orang lain tentang diri kita.

Semoga bermanfaat.




Sumber:

Jalaluddin Rakhmat (1998): Psikologi Komunikasi, Edisi 12, PT Remaja Rosdakarya Offset, Bandung.

Readmore »»