Subscribe

Selasa, 12 Januari 2010

Emosi

Emosi menunjukkan kegoncangan organisme yang disertai oleh gejala-gejala kesadaran, perilaku, dan proses fisiologis. Bila orang yang Anda cintai mencemoohkan Anda, Anda akan bereaksi secara emosional karena Anda mengetahui makna cemoohan itu (gejala kesadaran). Jantung Anda akan berdetak lebih cepat, kulit memberikan respons dengan mengeluarkan keringat, dan nafas terengah-engah (proses fisiologis). Dan Anda mungkin membalas dengan kata-kata keras (perilaku).

Sesungguhnya emosi tidaklah selalu jelek. Emosi memberikan bumbu kepada kehidupan, tanpa emosi hidup ini kering dan gersang. Paling tidak, ada 4 fungsi emosi menurut Coleman dan Hammen (1972) dalam buku mereka Contemporary Psychology and Effective Behavior seperti saya kutipkan di bawah ini:

Pertama
Emosi adalah pembangkit energi (energizer). Tanpa emosi kita tidak sadar atau mati. Hidup adalah merasai, mengalami, bereaksi, dan bertindak. Emosi membangkitkan dan memobilisasi energi kita. Marah menggerakkan kita untuk menyerang, takut menggerakkan kita untuk lari atau menghindar, dan cinta mendorong kita untuk mendekat dan bermesraan...ehm.

Kedua
Emosi adalah pembawa informasi (messenger). Bagaimana keadaan diri kita dapat kita ketahui dari emosi kita. Jika kita marah, kita mengetahui kita dihambat atau diserang orang lain. Sedih berarti kehilangan sesuatu yang kita senangi. Bahagia berarti memperoleh sesuatu yang kita senangi atau berhasil menghindari hal yang kita benci.

Ketiga
Emosi bukan saja pembawa pesan dalam komunikasi intrapersonal (komunikasi kita dengan diri kita), tetapi juga pembawa pesan dalam komunikasi interpersonal (komunikasi kita dengan orang lain). Kita menelaah wajah rekan dan sahabat kita untuk mengetahui perubahan halus dan nuansa makna di balik ekspresinya. Dari emosi yang terpancar di wajahnya kita tahu apa yang sedang terjadi dengan sahabat kita. Dalam retorika diketahui bahwa pembicara yang menyertakan seluruh emosinya dalam pidato dipandang lebih hidup, lebih dinamis, dan lebih meyakinkan.

Keempat
Emosi juga merupakan sumber informasi tentang keberhasilan kita. Kita mendambakan kesehatan dan mengetahuinya ketika kita merasa sehat wal afiat. Kita mencari keindahan dan mengetahui kita memperolehnya ketika kita merasakan kenikmatan estetis dalam diri kita.

Emosi berbeda-beda dalam hal intensitas dan lamanya. Ada emosi yang ringan, berat, dan disintegratif. Emosi ringan meningkatkan perhatian kita pada situasi yang dihadapi, disertai dengan perasaan tegang sedikit. Di sini Anda masih mampu mengendalikannya dan menghindarinya kapan saja Anda mau. Ini kita alami ketika mendengar pembicaraan yang memikat atau melihat tontonan yang menarik hati. Emosi kuat disertai rangsangan fisiologis yang kuat. Detak jantung, tekanan darah, pernapasan, produksi adrenalin, semuanya meningkat. Pipa kapiler dalam otak dan otot-otot membesar untuk memperlancar sirkulasi darah. Dalam fisiologi, gejala ini lazim disebut sebagai GAS (General Adaptation Syndrome). Emosi yang disintegratif terjadi dalam intensitas emosi yang memuncak. Tentara yang menghadapi pertempuran maut, orang yang telah lama menumpuk penderitaan, diyakini mengalami emosi disintegratif.

Dari segi lamanya, ada emosi yang berlangsung singkat dan ada yang berlangsung lama. Mood adalah emosi yang menetap selama berjam-jam atau bisa juga beberapa hari. Mood mempengaruhi persepsi kita pada stimuli yang merangsang alat indera kita. Seseorang yang sedang dalam keadaan gembira lebih mudah menangkap hal-hal lucu yang terjadi di sekitarnya, orang yang dalam keadaan marah lebih sensitif terhadap sindiran atau kritikan, dst. Mood disebut juga suasana emosional, dengan ekspresinya yang beragam seperti marah, sedih, gembira, benci, cinta, dsb. Bila suasana emosional ini menjadi kronis dan menjadi bagian dari struktur kepribadian, kita menyebutnya temperamen. Dalam hubungan ini kita bisa menyatakan temperamennya pemarah, pemurung, ceria, dingin, hangat, dst.

Semoga bermanfaat.
Readmore »»

Senin, 11 Januari 2010

Kepercayaan

Kepercayaan adalah suatu keadaan psikologis pada saat seseorang menganggap suatu premis benar. Koehler (1978) dalam buku Public Communication: Behavioral Perspective menyatakan kepercayaan merupakan keyakinan bahwa sesuatu itu 'benar' atau 'salah' atas dasar bukti, sugesti otoritas, pengalaman, atau intuisi. Jadi, kepercayaan dapat bersifat rasional atau irrasional. Kita percaya bahwa bumi itu bulat karena para ilmuwan telah menyodorkan bukti-buktinya. Anda percaya bahwa rokok itu penyebab kanker karena dokter -si pemegang otoritas ilmu kesehatan- mengatakan begitu (sebenarnya penyakit kanker sampai sekarang belum diketahui penyebab pastinya). Banyak orang percaya bahwa kemiskinan itu disebabkan oleh kemalasan (berdasarkan pengalaman atau intuisi).

Dari manapun kepercayaan itu berasal, kepercayaan memberikan perspektif pada manusia dalam mempersepsi kenyataan, memberikan dasar bagi pengambilan keputusan dan menentukan sikap terhadap obyek sikap. Bila orang percaya bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh makhluk halus maka ia akan menolak pengobatan secara medis dan lebih condong untuk meminta bantuan dukun, kyai, atau orang pintar yang dianggap menguasai ilmu ghaib. Bila orang percaya bahwa anak mendatangkan rizki, kampanye KB tidak akan menghasilkan apapun sebelum orang itu memperoleh kepercayaan yang baru.

Menurut Solomon E. Asch (1959), penulis buku Social Psychology, kepercayaan dibentuk oleh pengetahuan, kebutuhan dan kepentingan. Pengetahuan berhubungan dengan jumlah informasi yang dimiliki seseorang. Banyak kepercayaan kita didasarkan pada pengetahuan yang tidak lengkap. Kita percaya bahwa seluruh pemuda di Amerika bergaul bebas, berdasarkan apa yang kita lihat dalam film atau kita baca dalam surat kabar dan majalah. Benarkah pemuda-pemuda Amerika seperti itu?

Kebutuhan dan kepentingan juga sering mewarnai kepercayaan kita. Belum lama ini pemerintah membuka pendaftaran seleksi CPNS di seluruh daerah. Seperti tahun-tahun sebelumnya, pada setiap penyelenggaraan seleksi CPNS selalu beredar issu KKN di dalamnya. Tanpa chanel pejabat yang berpengaruh tak akan bisa lolos CPNS. Kalau mau diterima harus siap sedia mengeluarkan sejumlah uang. Maka bermunculan orang-orang yang mengaku kenal dekat dengan pejabat ini atau pejabat itu. Mereka menawarkan jasa untuk menjadi penghubung antara peserta seleksi dan pejabat yang dianggap berpengaruh dan mampu meloloskan peserta seleksi. Dan tentu saja sebagai pihak pemakai jasa, si peserta seleksi harus membayar jasa para makelar itu selain jasa pejabat yang akan meloloskannya. Pada awalnya, mungkin disepakati bahwa uang hanya akan disetorkan setelah ada pengumuman kelulusan dan si peserta dinyatakan lulus. Sementara itu, si makelar hanya meminta ongkos jalan untuk menghubungi sang pejabat atau sekedar membawakan oleh-oleh untuknya. Menjelang pengumuman, si makelar datang dan memberitahukan bahwa sang pejabat tak mau ambil resiko dan minta uang disetorkan sebelum pengumuman. Ajaib, jauh hari sebelumnya si peserta seleksi cukup berhati-hati dalam mempercayai dan menyikapi setiap omongan si makelar terutama yang menyangkut uang setoran, sekarang justru kebalikannya. Ia percaya bahwa ia memang harus mengeluarkan uang hari itu juga, agar esok namanya tercantum dalam lembar pengumuman nama-nama peserta yang lolos dalam seleksi CPNS.

Terakhir, bahwa kepentingan juga mempengaruhi kepercayaan mengingatkan saya pada kisah hidup Galileo Galilei (1564-1642), seorang filsuf, astronom, sekaligus fisikawan dari Italia. Galileo dikenal sebagai pendukung teori Copernicus mengenai peredaran bumi mengelilingi matahari berdasarkan analisanya atas hasil pengamatannya terhadap benda-benda langit menggunakan teleskop yang telah disempurnakannnya. Pemikiran Galileo tentang matahari sebagai pusat tata surya bertentangan dengan ajaran Aristoteles maupun keyakinan gereja saat itu bahwa bumi adalah pusat alam semesta. Akibat pandangannya itu ia dianggap merusak iman dan diajukan ke pengadilan gereja Italia, dan dihukum dengan pengucilan (tahanan rumah) sampai dengan meninggalnya. Pikiran Galileo ditentang orang bukan saja karena pengetahuan yang dia berikan berbeda dengan apa yang diketahui orang banyak, tetapi juga karena penerimaan gagasan Galileo akan bertentangan dengan tatanan sosial yang ada waktu itu. Pihak gereja menganggap teorinya sebagai ajaran sesat dan berbahaya sehingga akhirnya menjatuhkan vonis Galileo harus ditahan di Sienna.
Readmore »»

Minggu, 10 Januari 2010

Dalil-dalil tentang Perhatian Selektif

"Perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah," kata Kenneth E. Anderson (1972) dalam bukunya "Introduction to Communication Theory and Practice".

Dalam kehidupan sehari-hari, tak jarang apa yang menjadi perhatian kita bukanlah apa yang menjadi perhatian orang lain, atau sebaliknya. Ada kecenderungan pada diri kita untuk melihat hanya apa yang ingin kita lihat, mendengar hanya apa yang ingin kita dengar. Inilah yang dinamakan dengan 'perhatian selektif'.

Ketika tiga orang anak muda dengan konteks kondisi masing-masing berbeda duduk di sebuah restoran, mereka menaruh perhatian pada hal-hal yang berbeda pula. Orang pertama, karena lapar matanya selalu tertuju pada nasi dan daging yang menjadi menu restoran tersebut. Orang kedua, karena haus ia lebih tertarik melihat aneka menu es yang ditawarkan. Nah, orang ketiga kebetulan baru saja menonton sebuah video porno. Hmm...coba tebak, apa ya kira-kira yang menjadi perhatiannya di restoran tersebut? Jelaslah bahwa faktor-faktor biologis dengan mudahnya mempengaruhi perhatian kita.

Faktor-faktor sosiopsikologis juga tak kalah berperan dalam proses selektif perhatian kita. Bila saya sodorkan kepada Anda sebuah foto yang menggambarkan kerumunan orang banyak di sebuah kolam renang, mungkin komentar Anda akan berbeda-beda tergantung faktor-faktor yang mempengaruhi perhatian Anda saat itu. Tetapi saya yakin, tak satupun di antara Anda akan melaporkan berapa jumlah orang yang ada di kolam itu, kecuali saya menanyakannya kepada Anda sebelum menyerahkan foto itu. Karena stimuli sosiopsikologis dari sayalah Anda menaruh perhatian pada jumlah orang yang ada di kolam renang yang terdapat pada foto itu. Motif sosiogenis, sikap, kebiasaan, dan kemauan mempengaruhi apa yang kita perhatikan.

Dalam perjalanan naik gunung, seorang geolog akan memperhatikan bebatuan, ahli botani lebih tertarik pada tetumbuhan, ahli zoologi pada binatang-binatang, seniman pada warna dan bentuk, dan orang yang berpacaran...entahlah. Sebuah anekdot mengatakan, bila Anda ingin mengetahui dari suku mana kawan Anda berasal, bawalah mereka berjalan-jalan. Tanyakan berapa perempatan yang telah dilewati. Yang dapat menjawab pastilah orang Padang (umumnya mereka pedagang kaki lima..hehe). Tanyakan berapa pagar tanaman hidup yang telah dilihatnya. Yang dapat menjawab pastilah orang Sunda (karena mereka menyenangi sayuran...haha). Tanyakan berapa kuburan keramat yang ada. Hanya orang Jawa yang bisa menjawabnya (Loh kok..? Ya begitulah..hihi). Semua ini menggambarkan bagaimana latar belakang kebudayaan, pengalaman, dan pendidikan menentukan apa yang kita perhatikan.

Berikut ini dalil-dalil tentang perhatian selektif yang menjadi kesimpulan Kenneth E. Anderson:

Satu
Perhatian itu merupakan proses yang aktif dan dinamis, bukan proses yang pasif dan refleksif. Kita secara sengaja mencari stimuli tertentu dan mengarahkan perhatian kepadanya. Sekali-sekali, kita mengalihkan perhatian dari stimuli yang satu dan memindahkannya pada stimuli yang lain.

Dua
Kita cenderung memperhatikan hal-hal tertentu yang penting, menonjol, atau melibatkan diri kita.

Tiga
Kita menaruh perhatian kepada hal-hal tertentu sesuai dengan keyakinan, sikap, nilai, kebiasaan, dan kepentingan kita. Kita cenderung memperkokoh keyakinan, sikap, nilai, dan kepentingan yang ada dalam mengarahkan perhatian kita, baik sebagai komunikator maupun komunikate (penerima pesan).

Empat
Kebiasaan bukan saja sangat penting dalam menentukan apa yang menarik perhatian, tetapi juga apa yang secara potensial akan menarik perhatian kita. Kita cenderung berinteraksi dengan kawan-kawan tertentu, membaca majalah tertentu, dan menonton acara TV tertentu. Hal-hal seperti ini akan menentukan rentangan hal-hal yang memungkinkan kita untuk menaruh perhatian.

Lima
Dalam situasi tertentu kita secara sengaja menstrukturkan perilaku kita untuk menghindari terpaan stimuli tertentu yang ingin kita abaikkan.

Enam
Walaupun perhatian kepada stimuli berarti stimuli tersebut lebih kuat dan lebih hidup dalam kesadaran kita, hal itu tidaklah berarti bahwa persepsi kita akan betul-betul cermat. Kadang-kadang konsentrasi yang sangat kuat malah mendistorsi persepsi kita.

Tujuh
Perhatian tergantung kepada kesiapan mental kita. Kita cenderung mempersepsi apa yang memang ingin kita persepsi.

Delapan
Tenaga-tenaga motivasional sangat penting dalam menentukan perhatian dan persepsi. Tidak jarang efek motivasi ini menimbulkan distraksi (lolos, melewatkan apa yang patut diperhatikan) atau distorsi (penyimpangan, melihat apa yang sebenarnya tidak ada).

Sembilan
Intensitas perhatian tidak konstan.

Sepuluh
Dalam hal stimuli yang menerima perhatian, obyek perhatian juga tidak konstan. Kita mungkin memfokuskan perhatian kepada obyek sebagai keseluruhan, kemudian pada aspek-aspek obyek itu, dan kembali lagi kepada obyek secara keseluruhan.

Sebelas
Usaha untuk mencurahkan perhatian sering tidak menguntungkan karena usaha itu sering menuntut perhatian. Pada akhirnya, perhatian terhadap stimuli mungkin akan berhenti.

Dua belas
Kita mampu menaruh perhatian pada berbagai stimuli secara serentak. Makin besar keragaman stimuli yang mendapat perhatian, makin kurang tajam persepsi kita pada stimuli tertentu.

Tiga belas
Perubahan atau variasi sangat penting dalam menarik dan mempertahankan perhatian.


Semoga bermanfaat.


Readmore »»